Text
Generasi Langgas
Millennials atau generasi langgas lahir di rentang tahun 1980–2000. Kini mereka berusia 16–36 tahun. Generasi langgas berciri sangat kreatif, suka belajar, suka tantangan, dan tidak bisa lepas dari teknologi. Meski demikian, mereka kerap dituding sebagai generasi instan dan kurang menghargai proses.
Tapi, penulis buku ini, lebih suka menyebutnya generasi yang sangat menghargai kecepatan dan efektivitas. Kata langgas diambil dari KBBI yang artinya bebas. Generasi yang begitu bebas karena memang besarnya peluang. Generasi bebas terhubung dengan siapa pun yang dimaui. Internet telah mengubah gaya hidup, peradaban dan generasi (hal 45).
Jadi agak aneh bila zaman sekarang, ada millennials yang bilang tidak bisa menghubungi seseorang karena hampir semua orang kini terhubung dengan dunia digital. Mereka aktif di berbagai akun komunikasi sosial: Facebook, Twitter, Line, Path, WhatsApp hingga Instagram.
Millennials Indonesia sebanyak 84 juta dari jumlah penduduk 255 juta alias 33 persen. Pada 2020 nanti, Indonesia akan mencapai puncak populasi usia produktif, 70 persen dari total penduduk. Fenomena ini disebut bonus demografi (hal 4).
Dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), peran Millennials Indonesia bahkan lebih penting lagi. Saat ini, total penduduk 10 negara ASEAN mencapai 625 juta dan 40,3 persen di antaranya orang Indonesia. Dengan 84 juta Millennials Indonesia, berarti 23 persen Millennials ASEAN ada di Indonesia (hal 7).
Buku Generasi Langgas: Millennials Indonesia, ditulis setelah riset 5 kota besar Indonesia untuk validasi karakter generasi langgas: Bandung, Yogyakarta, Malang, Denpasar, dan Makassar. Di kota-kota itulah mayoritas millennials tinggal dan berkreasi.
Menarik untuk dicermati, para millennials belajar bukan sekadar untuk mendapat pekerjaan. Mereka bebas belajar di mana saja dan tidak puas jika hanya mendapat ilmu dari bangku kuliah. Seminar, workshop, kuliah online, kopdar, dan berbagai komunitas selalu penuh dijejali generasi langgas.
Dari kebiasaan kerja pun, para langgas berbeda generasi sebelumnya. Dalam sebuah survei karyawan tentang jam kerja panjang, ternyata millennials tidak masalah selama kantor menyediakan otoritas lebih. Hasil kerjanya berdampak luas.
Mereka juga terkesan bebas memilih pekerjaan, tidak selalu linier. Namun, banyak perusahaan menilai, millennials generasi sangat sulit dikelola dalam sebuah organisasi. Salah satunya karena faktor serbacepat. Mereka cenderung ingin serbainstan, termasuk urusan karier.
Jika Generasi X (lahir di bawah 1980) rata-rata berkarir dan menetap di sebuah perusahaan selama 5 tahun, baru memikirkan pindah perusahaan lain. Sementara, kebanyakan generasi Y (millennials) hanya bertahan sekitar 1 tahun (hal 92).
Sekarang memang era entrepreneurial generation. Mereka bebas membangun bisnis. Usahanya dijalankan dengan misi baik dan berdampak untuk masyarakat. Tentunya mendapat ganjaran ekonomi lebih.
Gojek, Tokopedia, Empang Kuring Land, Men’s Republic dan bisnis millennials lainnya sedikit contoh yang memiliki benang merah sama: purpose (hal 118). Bahkan, ke depan juga akan banyak social entrepreneur lahir karena memang sangat memungkinkan di era ini.
Terakhir, Millennials Indonesia disebut-sebut akan menjadi penggerak ekonomi kreatif dan generasi emas masa depan. Akan tetapi, jika mereka tidak dikelola dengan baik, alih-alih menjadi bonus demografi, mereka malah bisa menjadi bencana kependudukan.
HM20170576 | HM 155.25 SEB g | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain